Jumat, 18 Maret 2016

Materi Penalaran

I. Pengertian Penalaran
Sesuai dengan kodratnya, manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu. Hasrat ingin tahu dalam diri manusia akan selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan. Sebagai akibatnya, manusia juga selalu berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan yang muncul tadi. Hasrat ingin tahu tersebut akan terpenuhi apabila manusia memperoleh pengetahuan baru atau mampu memecahkan masalah sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sendiri.
Biasanya manusia selalu berpikir jika berhadapan dengan banyak permasalahan. Akan tetapi, tidak semua masalah membuat kita terdorong untuk memikirkannya secara sungguh-sungguh. Kegiatan berpikir tentang sesuatu secara sunguh-sungguh dan logis inilah yang disebut Penalaran.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
II. Ciri-ciri Penalaran
Berikut ini merupakan ciri-ciri penalaran:
·         Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berpikir logis).
·         Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
Secara detail penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·         Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran yang ditimbang secara objektif dan didasarkan pada data yang sahih.
·         Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu pola tertentu.
·         Rasional, artinya adalah apa yang sedang di nalar merupakan suatu fakta atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara mendalam.

III. Tahap-tahap Penalaran
Menurut John Dewey, proses penalaran manusia dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
  1. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
  2. Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
  3. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis, inferensi atau teori.
  4. Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan cara mengumpulkan bukti-bukti (data).
  5. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide tersebut dan menyimpulkan melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
IV. Metode-metode Penalaran
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
·         Induktif
Metode penalaran induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum, prosesnya disebut Induksi. Dalam penalaran induktif ini, kesimpulan ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan yang bersifat umum. Penalaran induktif terkait dengan empirisme. Secara empirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menyukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, shuffle, salsa, modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff. Tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luarperlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Penalaran Induktif sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
A. Generalisasi
Penalaran generalisasi dimulai dengan peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan umum. Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri-ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain. Proses penalaran ini bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.
Jenis – jenis generalisasi:
1. Generalisasi Sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki. Contoh: sensus penduduk.
2. Generalisasi tidak sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana slim fit.
Tiga cara pengujian untuk menentukan generalisasi :
1. Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
2. Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
3. Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
B. Analogi
Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama.
Jenis – jenis analogi:
1. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
Contoh analogi induktif:
a. Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
b. Nina adalah lulusan Akademi Amanah. Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah. Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Contoh analogi deklaratif:
Untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
C. Hubungan Kausal
Hubungan kausal (kausalitas) merupakan prinsip sebab-akibat yang pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Dengan kata lain, penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal:
1. Sebab- Akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2. Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3. Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
·         Deduktif
Metode penalaran deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Hal ini adalah suatu sistem penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme.
Silogisme memerlukan dua premis sebagai data. Premis pertama disebut premis umum (PU), dan premis kedua disebut premis khusus (PK). Kesimpulan (K) dapat dirumuskan berdasarkan kedua premis tersebut.
Di dalam penalaran deduktif terdapat entimen dan 4 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternative dan silogisme disjungtive.
A. Silogisme Kategorial
Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai berikut:
  1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu term mayor, term minor, term penengah.
  2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
  3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
  4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
  5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
  6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
  7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
  8. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme kategorial:
1. My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
2. My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal
3. My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa
B. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
1. My : Jika tidak ada makanan, manusia akan kelaparan.
Mn : Makanan tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan Kelaparan.
2. My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Makhluk hidup itu mati.
K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.
C. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
1. My : Kakak saya berada di Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di Bandung.
K : Jadi, Kakak saya tidak berada di Jakarta.
2. My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn : Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
K : Jadi, Nenek Sumi berada di Bandung.
D. Silogisme Disjungtive
Silogisme disjungtive adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disyungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
Ia tidak jujur (konklusi).
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
Hasan di pasar (konklusi).
E. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
– Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
V. Konsep dan Simbol dalam Penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
VI. Syarat-syarat Kebenaran dalam Penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·         Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·         Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
VII. Salah Nalar
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Jenis-jenis salah nalar:
a. Deduksi yang salah : Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
Contoh:
·         Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
·         Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu.
b. Generalisasi terlalu luas
Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh:
·         Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
·         Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.
c. Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.
Contoh:
Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.
d. Penyebab Salah Nalar
Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh:
·         Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
·         Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
e. Analogi yang Salah
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh:
Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
f. Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh:
Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.
g. Meniru-niru yang sudah ada
Salah nalar jenis ini berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau orang lain melakukan hal itu.
Contoh:
·         Kita bisa melakukan korupsi karena pejabat pemerintah melakukannya.
·         Anak SLTA saat mengerjakan ujian matematika dapat menggunakan kalkulator karena para profesor menggunakan kalkulator saat menjawab ujian matematika.





Hal yang harus diperlukan dalam bernalar
1.                  Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2.                  Langkah kedua adalah perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
3.      Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
4.      Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
.





Cara menguji fakta

Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.

1. Konsistensi
 Konsistensi dalam ilmu logika adalah teori konsistensi merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika ia memiliki model; ini digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di bawah sistem deduktif.

2. Koherensi
 
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. Ada beberapa penanda koherensi yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan ke sebagian, kelas ke anggota, penekanan, perbandingan (komparasi), pertentangan (kontras), hasil (simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel), tempat (lokasi), dan waktu (kala).





Cara Menguji Autoritas


Menghindari semua desas-desus atau kesaksian, baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental. Ada beberapa cara sebagai berikut :
      1. Tidak mengandung prasangka
pendapat disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada hasil eksperimen yang dilakukannya.

      2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
Dasar kedua menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperoleh harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan sebagai seorang ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian yang dilakukan, presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan memperkuat kedudukannya.

      3. Kemashuran dan prestise
Ketiga yang harus diperhatikan adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.   

      4. Koherensi dengan kemajuan
Hal keempat adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar