Materi Penalaran
I.
Pengertian Penalaran
Sesuai dengan
kodratnya, manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu. Hasrat ingin tahu dalam
diri manusia akan selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan. Sebagai
akibatnya, manusia juga selalu berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan
yang muncul tadi. Hasrat ingin tahu tersebut akan terpenuhi apabila manusia
memperoleh pengetahuan baru atau mampu memecahkan masalah sebagai jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan sendiri.
Biasanya
manusia selalu berpikir jika berhadapan dengan banyak permasalahan. Akan
tetapi, tidak semua masalah membuat kita terdorong untuk memikirkannya secara
sungguh-sungguh. Kegiatan berpikir tentang sesuatu secara sunguh-sungguh
dan logis inilah yang disebut Penalaran.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara
premis dan konklusi disebut konsekuensi.
II.
Ciri-ciri Penalaran
Berikut ini merupakan
ciri-ciri penalaran:
·
Adanya suatu pola
berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu
proses berpikir logis).
·
Sifat analitik dari
proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir
berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir
secara analitik.
Secara detail
penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·
Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran
yang ditimbang secara objektif dan didasarkan pada data yang sahih.
·
Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak
terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau
menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu pola tertentu.
·
Rasional, artinya adalah apa yang sedang di nalar
merupakan suatu fakta atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara
mendalam.
III. Tahap-tahap Penalaran
Menurut John
Dewey, proses penalaran manusia dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
- Timbul
rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal
sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
- Kemudian
rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
- Timbul
suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis, inferensi
atau teori.
- Ide-ide
pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan
cara mengumpulkan bukti-bukti (data).
- Menguatkan
pembuktian tentang ide-ide tersebut dan menyimpulkan melalui
keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
IV. Metode-metode Penalaran
Ada dua jenis metode
dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
·
Induktif
Metode
penalaran induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang
bersifat umum, prosesnya disebut Induksi. Dalam penalaran induktif ini,
kesimpulan ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan yang
bersifat umum. Penalaran induktif terkait dengan empirisme. Secara empirisme,
ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak.
Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat
sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu
penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh paragraf
Induktif:
Pada saat ini remaja
lebih menyukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, shuffle,
salsa, modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik
umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff. Tarian dan
kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat.
Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian
budaya sendiri. Kesenian dan budaya luarperlahan-lahan menggeser
kesenian dan budaya tradisional.
Penalaran Induktif
sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
A.
Generalisasi
Penalaran
generalisasi dimulai dengan peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil
kesimpulan umum. Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua
atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri-ciri
esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan
dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain. Proses penalaran ini
bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang
mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.
Jenis – jenis
generalisasi:
1. Generalisasi
Sempurna
Adalah generalisasi
dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Generalisasi
macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi
tetap saja yang belum diselidiki. Contoh: sensus penduduk.
2. Generalisasi tidak
sempurna
Adalah generalisasi
berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di
Indonesia senang memakai celana slim fit.
Tiga cara pengujian
untuk menentukan generalisasi :
1. Menambah jumlah
kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka
harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai
probabilitas ).
2. Hendaknya melihat
adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di
periksa.
3. Apabila ada
kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan
melancarkan generalisasi?
B.
Analogi
Analogi adalah suatu
perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara
membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan
yang pertama.
Jenis – jenis
analogi:
1. Analogi Induktif
Analogi induktif,
yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi
juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat
bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada
persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
Contoh analogi
induktif:
a. Tim Uber Indonesia
mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia
akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
b. Nina adalah
lulusan Akademi Amanah. Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan
Akademi Amanah. Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif
merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal
atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat
karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan
dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Contoh analogi
deklaratif:
Untuk penyelenggaraan
negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga
negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar
diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
C.
Hubungan Kausal
Hubungan
kausal (kausalitas) merupakan prinsip sebab-akibat yang pasti
antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan
keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai
hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan
tidak memerlukan sanggahan. Dengan kata lain, penalaran yang diperoleh dari
gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan
kausal:
1. Sebab- Akibat.
Hujan turun di daerah
itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2. Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus
dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3. Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan
jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
·
Deduktif
Metode
penalaran deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang
khusus. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk
dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal
yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan
deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada
hal-hal yang kongkrit.
Contoh: Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan
gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Hal ini adalah suatu
sistem penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu
kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian pernyataan
yang disebut silogisme.
Silogisme memerlukan
dua premis sebagai data. Premis pertama disebut premis umum (PU), dan premis
kedua disebut premis khusus (PK). Kesimpulan (K) dapat dirumuskan berdasarkan
kedua premis tersebut.
Di dalam penalaran
deduktif terdapat entimen dan 4 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial,
silogisme hipotesis, silogisme alternative dan silogisme disjungtive.
A.
Silogisme Kategorial
Silogisme yang
terjadi dari tiga proposisi.
Premis umum : Premis
Mayor (My)
Premis khusus :
Premis Minor (Mn)
Premis simpulan :
Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan
terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat
simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam
silogisme kategorial sebagai berikut:
- Silogisme
harus terdiri atas tiga term yaitu term mayor, term minor, term penengah.
- Silogisme
terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan.
- Dua
premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
- Bila
salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
- Dari
premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
- Dari
dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
- Bila
premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
- Dari
premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu
simpulan.
Contoh silogisme
kategorial:
1. My : Semua
mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah
mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
2. My : Tidak ada
manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah
manusia
K : Socrates tidak
kekal
3. My : Semua
mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak
memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan
mahasiswa
B.
Silogisme Hipotesis
Silogisme yang
terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis
yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan
konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
1. My : Jika tidak
ada makanan, manusia akan kelaparan.
Mn : Makanan tidak
ada.
K : Jadi, Manusia
akan Kelaparan.
2. My : Jika tidak
ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Makhluk hidup
itu mati.
K : Makhluk hidup itu
tidak mendapat udara.
C.
Silogisme Alternatif
Silogisme yang
terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya
akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
1. My : Kakak saya
berada di Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya
berada di Bandung.
K : Jadi, Kakak saya
tidak berada di Jakarta.
2. My : Nenek Sumi
berada di Bandung atau Bogor.
Mn : Nenek Sumi tidak
berada di Bogor.
K : Jadi, Nenek Sumi
berada di Bandung.
D.
Silogisme Disjungtive
Silogisme disjungtive
adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan
premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik
istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang
semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
1. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disyungtif
dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
Heri jujur atau
berbohong.(premis1)
Ternyata Heri
berbohong.(premis2)
∴ Ia tidak jujur
(konklusi).
2. Silogisme
disyungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif
dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif.
Contoh:
Hasan di rumah atau
di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di
rumah.(premis2)
∴ Hasan di pasar
(konklusi).
E.
Entimen
Silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
– Dia menerima hadiah
pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah
memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
V. Konsep dan Simbol dalam Penalaran
Penalaran juga
merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa,
sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah
pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan
untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan
penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan
kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan
di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir
yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan
ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian
perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan
sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar
dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian
pengertian.
VI.
Syarat-syarat Kebenaran dalam Penalaran
Jika seseorang
melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran.
Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·
Suatu penalaran bertolak
dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar
atau sesuatu yang memang salah.
·
Dalam penalaran,
pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis
harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal
maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat,
diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti
isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
VII.
Salah Nalar
Gagasan, pikiran,
kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Jenis-jenis salah
nalar:
a. Deduksi yang salah
: Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak
memenuhi persyaratan.
Contoh:
·
Kalau listrik masuk
desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
·
Semua gelas akan
pecah bila dipukul dengan batu.
b. Generalisasi
terlalu luas
Salah nalar ini
disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan
besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh:
·
Setiap orang yang
telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
·
Anak-anak tidak boleh
memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.
c. Pemilihan terbatas
pada dua alternatif
Salah nalar ini dilandasi
oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.
Contoh:
Orang itu membakar
rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.
d. Penyebab Salah
Nalar
Salah nalar ini
disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya
pergeseran maksud.
Contoh:
·
Broto mendapat
kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
·
Anak wanita dilarang
duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
e. Analogi yang Salah
Salah nalar ini dapat
terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan
persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang
lain.
Contoh:
Anto walaupun lulusan
Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
f. Argumentasi Bidik
Orang
Salah nalar jenis ini
disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang
diembannya.
Contoh:
Program keluarga
berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya
memiliki enam orang anak.
g. Meniru-niru yang
sudah ada
Salah nalar jenis ini
berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau orang
lain melakukan hal itu.
Contoh:
·
Kita bisa melakukan
korupsi karena pejabat pemerintah melakukannya.
·
Anak SLTA saat mengerjakan
ujian matematika dapat menggunakan kalkulator karena para profesor menggunakan
kalkulator saat menjawab ujian matematika.
Hal
yang harus diperlukan dalam bernalar
1.
Langkah pertama
adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang
digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti
mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang
harus dipelajari.
2.
Langkah kedua adalah
perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau
jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai
petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat,
diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan
dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan
fokus kajian.
3. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan
dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap
fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil
kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk
membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya.
Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga
hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
4. Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum
ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam
induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah
oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi
dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan
pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk
diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus
merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih
tinggi.
.
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
Konsistensi dalam ilmu logika adalah teori konsistensi merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika ia memiliki model; ini digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di bawah sistem deduktif.
2. Koherensi
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. Ada beberapa penanda koherensi yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan ke sebagian, kelas ke anggota, penekanan, perbandingan (komparasi), pertentangan (kontras), hasil (simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel), tempat (lokasi), dan waktu (kala).
Cara
Menguji Autoritas
Menghindari semua desas-desus atau kesaksian, baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental. Ada beberapa cara sebagai berikut :
1. Tidak mengandung prasangka
pendapat disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada hasil eksperimen yang dilakukannya.
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
Dasar kedua menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperoleh harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan sebagai seorang ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian yang dilakukan, presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan memperkuat kedudukannya.
3. Kemashuran dan prestise
Ketiga yang harus diperhatikan adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
4. Koherensi dengan kemajuan
Hal keempat adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar