MAKALAH
REFORMASI YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN MENGANGKAT HARKAT
MARTABAT DARI PANDANGAN LUAR NEGERI
Helda Ernawati
2EA14
13213995
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu Shalawat
serta semoga tercurah kepada Rasul beserta keluarganya.
Saya
mencoba membuat makalah yang berjudul “ Reformasi yang dapat
memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat dan martabat bangsa dari
pandangan dunia luar.”
Dalam menyusun
makalah ini saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang di miliki terbatas ,cukup
banyak tantangan dan hambatan yang saya temukan dalam menyusun makalah ini.
Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Jakarta,
Juni 2015
Penulis
Helda Ernawati
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...……….. 2
Daftar Isi……………………………………………………………………….. 3
Bab.1 Reformasi
yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa
Dan Mengangkat Harkat
dan Martabat dari Pandangan Dunia Luar ...... 4
Bab.2 Sebab-sebab Lahirnya
Reformasi………………………........................ 8
SOAL
.................................................................................................................
18
Daftar Pustaka……………………………………………………………......... 23
BAB
1
Reformasi
yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa
Dan
Mengangkat Harkat dan Martabat dari Pandangan Dunia Luar
Reformasi merupakan
suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat
Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah
awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju
terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak
mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup
pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar
orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap
kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1. Reformasi
Prosedural
tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan
perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis.
Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang
kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang
yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk
membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing-
masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan
masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah
kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat
penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu.
Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan
peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen).
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang
dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan
dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi
kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan
perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
1. Undang-Undang
No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era
reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola
relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim
dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi,
negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan
usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap
negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi
prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital,
rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini
reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan
rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat
tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di
eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
2. Reformasi
Struktural
tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju birokrasi.
Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan otoriter.
Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan,
transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport
system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya
sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada
reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki
fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung
dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis
primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional
dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah
konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non
struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi
Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi
Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional,
Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut
memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau
koordinasi dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan(investigasi), mengajukan
pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan
perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan
membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki
proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran
birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good
governance) yaitu birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai
pelayan masyarakat.
3. Reformasi
Kultura
tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan
budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang
lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda
reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya
reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol
yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi
prosedural dan kultural adalahhadwernya, reformasi kultural
adalah sofwernya. Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer
yang baik
BAB 2
Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupa-kan faktor atau
penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul
secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin
Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam
melak-sanakan cita-cita orde baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, orde baru
bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Masih ingatkah kamu akan pengertian orde
baru?
Orde baru adalah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru banyak melakukan
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila
dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan
itu telah melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum
lahirnya gerakan reformasi, seperti:
1. Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai
kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik yang
dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebe-narnya terjadi adalah dalam
rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,
demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan
politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih
Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto
menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Keja-dian itu mengakibatkan keadaan
politik dalam negeri mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung
Golongan Karya (Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa
oleh pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti
tahun-tahun sebelumnya.
Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru sehingga
pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD
1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya,
kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan
ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat
dekat para pejabat negara. Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak
percaya masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang
dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum
cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet,
menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang
kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan
terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber
ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama
pemerintahan orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat
yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangun-an
nasional telah mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan
sosial. Krisis politik semakin memanas, setelah terjadi peristiwa kelabu pada
tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam
tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih
ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang
membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa.
Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa
politik yang dibangun pemerintahan orde baru.
Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu ada-nya
tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang
berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1. Setiap
orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai
tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik
Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima
Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi
rekayasa.
3. Terjadinya korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak
memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi
Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan
presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui
Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak
demokratis.
Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di bidang
politik.
Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam
kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada bulan
Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya (Jabar) dan di
Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak (Kalbar). Ketegangan
politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun 1997 yang berubah menjadi
konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret 1997, terjadi kerusuhan di
Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan
di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah
yang ikut mendorong lahirnya gerakan reformasi. Kekecewaan rakyat semakin
memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR mendukung pencalonan Suharto sebagai
presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998,
Suharto terpilih sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden
untuk masa jabatan 1998-2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang
memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara. Semua
itu tidak dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah
pada hasil-hasil nepotisme. Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha
menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi. Para mahasiswa,
anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika bebe-rapa aktivitis ditangkap
oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat dibendung dan dipandang
sebagai satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan masyarakat Indonesia yang
lebih baik.
1. Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas pada
bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi.
Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para
penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan,
hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa 'kehakiman
me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah
(eksekutif)'. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para
mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat
ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam
kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan
yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa
menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan
kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang
demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan
kesalahannya.
2. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia
tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi
Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp
2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember
1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp
5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar. Melemahnya
nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan
iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami
keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena
pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar. Keadaan di atas
mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat besar. Di
samping itu, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun
dan gairah investasi pun semakin melemah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia
mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga bank tinggi guna membangun kepercayaan
dunia internasional. Namun, krisis moneter tetap tidak dapat diatasi. Banyak
perusahaan yang tidak mampu membayar hutang-hutang luar negerinya, meskipun
telah jatuh tempo. Oleh karena itu, beberapa perusahaan harus mengurangi
kegiatannya dan sebagian lagi harus menghentikan kegiatannya sama sekali.
Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka
penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah.
Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring
dengan terjadinya krisis ekonomi. Kondisi perekonomian nasional semakin
memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin
menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin
tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia,
seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di
pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah meminta bantuan kepada
Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat
direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari
1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai
kondisi, seperti:
1. Hutang
Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar
menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan
sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya
untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana
disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang
dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai
63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar
Amerika Serikat.
2. Pelaksanaan
Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara RI
sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris
dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu,
mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit
karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu
semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat
melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
3. Pemerintahan
Sentralistik. Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya
sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan
pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana
semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat
mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara
pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis
ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
1.Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan
terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu
berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum
yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada
terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan
perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.
Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako,
rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap
krisis sosial. Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu
dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor
penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan
dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya
dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang
sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat
para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil
untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di
perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi
yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis
Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
2. Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan
pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan
hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak
kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah
gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti
Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi
aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang
Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto,dan Hafidhin
Royan. Sedangkan para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka
parah pun tidak sedikit jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang
berusaha membubarkan para demonstran.
Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri KTT
G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15
Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar
Presiden Suharto mengundurkan diri. Bahkan, beberapa kawan terdekatnya
men-desak agar Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demi-kian,
tuntutan pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para maha-siswa dan para
oposisi politiknya. Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula
untuk mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi
mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat
itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa
tersebut mendapat tanggap-an dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada
tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden
Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden
Suharto mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI.
Oleh karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang
banyak mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR. Untuk menyikapi
perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto mengadakan pertemuan dengan
tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian, Presiden
Suharto mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan
Kabinet Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan
kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang
menteri menyatakan mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa
Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa,
aktivis LSM, pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat,
maupun dari kawan-kawan terdekatnya.
Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto menyatakan
mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan kekuasaan
kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di
Istana Negara.
Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa mencangkup beberapa
tuntutan, seperti :
· Adili
suharto dan kroni – kroninya,
· Laksanakan
amandemen UUD 1945
· Penghapusan
dwi fungsi ABRI
· Pelaksanaan
otonomi daerah yang seluas – luasnya
· Tegakan
supremasi hukum
· Ciptakan
pemerintahan yang bersih dari KKN
Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka
perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
1. Menetapkan prioritas, yaitu
menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
2. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat
mencapai tujuan dan sasaran secara tepat. Reformasi yang tidak terkontrol akan
kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum.
Reformasi semacam ini akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, cita-cita
untuk mem-perbaiki kehidupan masyarakat Indonesia tidak akan berhasil. Solusi
kembali pada kebesaran negeri ini pasca reformasi Untuk menumbuhkan pohon
bangsa yang subur dan berbuah serta tidak berhama, kita harus mengkaji,
menganalisa dan memperbaiki dari akar pohon tersebut sebagai penyebab berdiri
dan runtuhnya pohon tersebut. Atas pengertian tersebut diatas, pohon bangsa ini
kita artikan terdiri dari, pohon legislatif, ranting eksekutif dan daun-daun
serta kembang-kembang masyarakat berbangsa. Untuk menuju solusi Reformasi tak
tercela menuju kebesaran bangsa, kita sebagai pohon dalam satu kesatuan tidak
dapat bekerja sendiri-sendiri, akan tetapi kita mesti memiliki kesadaran
bersama dalam fungsi di peran masing-masing pohon tersebut. Meninjau
bersama-sama terhadap akar yang menjadi peranan terhadap tumbuh dan besarnya
kita di pohon tersebut. Apabila kita menyangkut pada akar permasalahan,
maka kita tidak dapat terlepas dari faktor norma dan spiritual yang menjadikan
mekanisme penyelesaiannya, dimana akar itu tidak terlihat, akan tetapi sangat
menentukan! Begitu pula penyelesaian secara norma dan spiritual, tidak bedanya
dengan fungsi akar terhadap pohon !!!.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.
- Fungsi pohon legislatif (DPR-MPR) untuk penyelesaian dan perbaikan bangsa adalah bagaimana peran legislatif untuk merubah hukum produk luar digantikan menjadi hukum nurani kita yang bersumber pada kehidupan madani tatatentrem kertoraharjo, silih asah silih asih silih asuh dimana hukum kita mestinya hanya bersumber pada teguran dan pembinaan di bawah pengawasan perwakilan sesuai idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi yang sifatnya memenjarakan, dimana status manusia, kita samakan dengan fungsi hukuman terhadap binatang, dimana manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya sendiri. Kita jangan takut dan minder oleh bangsa lain yang tidak memiliki akar budaya sebagai manusia beradab !!!
- Fungsi dahan dan ranting pohon eksekutif (pemerintahan) dalam penegakan wibawa dan pengayoman mengurus dan menata kehidupan berbangsa, saya sarankan pemerintah mengadakan upacara ritual untuk menyampaikan penghormatan, pengakuan dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur yang mendorong menjadikannya Negara ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk dan kena imbas nasib para pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat nasib seluruh pimpinan Negara dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat ini seperti mengalami nasib serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam peran kepemimpinannya diakhiri oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis sepah dibuang. Dimana hal ini menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang baik atas hal itu. Insya Alloh apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan, akan lahir dan terlihat pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya setiap orang yang telah berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan penghormatan yang layak.
- Peran dan fungsi perbaikan daun dan kembang masyarakat di pohon bangsa ini adalah, Kami dari Paguron Syahbandar Kari Madi siap memberikan peran pada kehidupan berbangsa dimana Kami siap pula memberikan kekuatan batin spiritual kepada masyarakat bangsa ini untuk menjadikan bekal kekuatan dalam kehidupan bagi seluruh masyarakat di bangsa ini, yang menjadikan bangsa ini kelak dihormati dan dihargai, tentunya akan berpatokan pada perilaku masyarakatnya yang handal, profesional dan mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi dan luhur. Kami siap memberikan pola itu kepada seluruh elemen bangsa agar bangsa ini dengan instant mendapat kekuatan izin hidup, focus pada tujuan, penuh percaya diri, dapat memahami berbagai falsafah dan sinyal-sinyal kehidupan serta dikabulnya apa yang di cita-citakan yang sebelumnya tidak. Kekuatan ini diambil oleh formula jurus persenyawaan kita dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang sudah terimplentasi di 120 cabang Paguron Kami di seluruh Nusantara dan Luar Negeri. Andai seluruh elemen bangsa ini mempunyai kekuatan batin spiritual yang tinggi, sehat jiwa dan raganya, tenang hidup dan pemikirannya, dibarengi oleh restu alam dan Tuhan dalam keseharian hidupnya, entah akan menjadi apa Bangsa dan Negara ini.
SOAL
1. Apa
arti dan makna reformasi yang di harapkan ?
Arti
reformasi gerakan moral yang bertujuan untuk menata perikehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara berda-sarkan Pancasila, serta mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Makna
reformasi adalah yang paling mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat,
tetapi bahwa masyarakat menjadi makin baik. keadilan dan kemakmuran
sangat penting. Tetapi lebih penting lagi adalah struktur sosial, budaya,
ekonomi, hukum dan politik yang menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan
perilaku yang jelek. Menurut pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai
masyarakat yang baik di antara yang paling baik di dunia.
2. Apa
yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara menuju tujuan
nasional ?
Kita
sebagai warga negara yang cinta dengan bangsanya harus mempunyai rasa cinta
dengan tanah kelahiran kita, tanah tempat kita mencari nafkah sehari-hari
secara turun temurun.Apakah kita tidak malu dengan perjuangan para pahlawan
kita, yang demi untuk anak cucunya mereka rela mengorbankan nyawanya, demi
untuk bangsanya, mereka rela disiksa, rela melihat orang yang paling dicintai
gugur sebagai pahlawan, Belum lagi pengorbanan rakyat kita yang terkenal dengan
peristiwa " korban 40.000 jiwa di Sulawesi-Selatan" dan tentunya
banyak lagi yang tidak bisa disebut satu persatu. Sungguh suatu pengorbanan
yang mulia demi karena cinta kepada negara dan bangsa INDONESIA. Kami rasanya
malu kepada para pahlawan yang telah gugur demi kejayaan bangsa. Apakah kita
masih tidak mau memikirkan bangsa ini ? apakah kita masih memilih untuk
memikirkan kepentingan masing-masing atau golongan ?.Saatnya kita harus merajut
dan bersatu untuk bersama-sama memikirkan bangsa ini, minimal kita memikirkan
" apa yang dapat saya lakukan untuk bangsaku ". Kepada
member generasi muda peduli bangsa, mari kobarkan semangat di dada, semangat
juang para pahlawan yang telah gugur mendahului kita dengan meneruskan
cita-citanya. Kepada para cendekiawan, andalah tumpuan harapan kami untuk
memikirkan bangsa ini. Kepada para pemimpin, andalah pemegang amanah negeri
ini, pemegang amanah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Kepada
para politisi, andalah pengambil kebijakan dalam kemajuan bangsa ini, penentu
masa depan bangsa, jangan lagi berebut kekuasaan demi kepentingan kelompok atau
golongan masing-masing, tengoklah rakyat kita yang sedang bergelut berjuang
sekedar mempertahankan hidup. Kepada para penegak hukum, andalah tempat
berlindung para pencari keadilan, pemegang amanah rasa keadilan, pencipta
ketaatan dan kesadaran hukum . Kepada para petinggi Angkatan Bersenjata,
andalah pengawal bangsa ini dari para penjajah, pengawal bangsa dari gangguan
pergaulan internasional, pengawal lautan yang melimpah ruah, pengawal aset
bangsa.
Kepada para ulama/rohaniawan, andalah penyejuk dan penerang alam ini, maka sejukkanlah bangsa ini dari kegarangan, kecongkakan dan ketamakan. Kepada rakyat tercinta, kitalah penerus jiwa para pejuang yang telah gugur, berilah balas budi kepada para pahlawan kita dengan tidak merusak alam ini. Kepada para jurnalis, andalah corong pembangunan bangsa, pengawal reformasi, pembawa berita untuk mencerdaskan bangsa. Kepada para guru tercinta, andalah pencetak generasi yang cinta dengan tanah airnya, pencetak generasi kreatif, perekayasa, pencipta, generasi pembaharu, generasi holistik, generasi yang bermoral.
Kalaulah semua elemen bangsa ini menyadari amanah yang diwariskan oleh para pahlawan kita, maka tentunya kita menuntut ilmu dalam rangka membangun bangsa, bukan dalam rangka membangun kemapanan dan kesuksesan personal semata. Keahlian, keterampilan, kemampuan, kecerdasasan yang kita dapatkan sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa akan kita manfaatkan sepenuhnya untuk kemajuan bangsa demi anak cucu kita di masa depan. Penulis sungguh terharu membaca Motivation Letter yang ditulis oleh Andrea Hirata dalam proposal risetnya untuk memperoleh beasiswa ke Sorbonne Prancis dikatakan bahwa : " Akan saya sumbangkan seluruh ilmu dan pengalaman riset yang saya dapatkan di Sorbonne demi kemajuan nusa dan bangsa, demi tanah tumpah darah saya! Tak berlebihan saya sampaikan bahwa secara diam-diam, sebenarnya saya telah lama bercita-cita ingin mencurahkan seluruh kemampuan yang saya miliki, tak digajipun tak apa-apa, demi mengangkat harkat dan martabat umat manusia yang masih terbelakang di negeri saya, negeri yang benar-benar saya cintai dengan sepenuh jiwa….."(Edensor, Buku ke tiga tetralogi Laskar Pelangi ). Pendidikan yang kita peroleh dengan susah payah, penuh perjuangan, pengorbanan, tidak akan kita gadaikan dengan perbuatan yang merusak bangsa ini. Kita tidak akan tega mengotori pembangunan bangsa ini dengan tindakan korupsi, penyelewengan, penipuan, penyelundupan, menyusahkan orang lain, dsb. Pendidikan yang kita peroleh akan kita gunakan untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan kita.
Kepada para ulama/rohaniawan, andalah penyejuk dan penerang alam ini, maka sejukkanlah bangsa ini dari kegarangan, kecongkakan dan ketamakan. Kepada rakyat tercinta, kitalah penerus jiwa para pejuang yang telah gugur, berilah balas budi kepada para pahlawan kita dengan tidak merusak alam ini. Kepada para jurnalis, andalah corong pembangunan bangsa, pengawal reformasi, pembawa berita untuk mencerdaskan bangsa. Kepada para guru tercinta, andalah pencetak generasi yang cinta dengan tanah airnya, pencetak generasi kreatif, perekayasa, pencipta, generasi pembaharu, generasi holistik, generasi yang bermoral.
Kalaulah semua elemen bangsa ini menyadari amanah yang diwariskan oleh para pahlawan kita, maka tentunya kita menuntut ilmu dalam rangka membangun bangsa, bukan dalam rangka membangun kemapanan dan kesuksesan personal semata. Keahlian, keterampilan, kemampuan, kecerdasasan yang kita dapatkan sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa akan kita manfaatkan sepenuhnya untuk kemajuan bangsa demi anak cucu kita di masa depan. Penulis sungguh terharu membaca Motivation Letter yang ditulis oleh Andrea Hirata dalam proposal risetnya untuk memperoleh beasiswa ke Sorbonne Prancis dikatakan bahwa : " Akan saya sumbangkan seluruh ilmu dan pengalaman riset yang saya dapatkan di Sorbonne demi kemajuan nusa dan bangsa, demi tanah tumpah darah saya! Tak berlebihan saya sampaikan bahwa secara diam-diam, sebenarnya saya telah lama bercita-cita ingin mencurahkan seluruh kemampuan yang saya miliki, tak digajipun tak apa-apa, demi mengangkat harkat dan martabat umat manusia yang masih terbelakang di negeri saya, negeri yang benar-benar saya cintai dengan sepenuh jiwa….."(Edensor, Buku ke tiga tetralogi Laskar Pelangi ). Pendidikan yang kita peroleh dengan susah payah, penuh perjuangan, pengorbanan, tidak akan kita gadaikan dengan perbuatan yang merusak bangsa ini. Kita tidak akan tega mengotori pembangunan bangsa ini dengan tindakan korupsi, penyelewengan, penipuan, penyelundupan, menyusahkan orang lain, dsb. Pendidikan yang kita peroleh akan kita gunakan untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan kita.
3. Dalam
mengeluarkan pendapat apakah batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak menggangu stabilitas nasional ?
· Mengatakan hanya
kebenaran yang sesuai dengan fakta
· Menghindari kata –
kata tertentu yang dpat mengangu ketertiban umum
· Menghindari kata –
kata yang mengajak orang lain untuk melakukan tindak kriminal
Ketiga
katagori ini merupakan pegangan dalam penilaian apakah penyalahgunaan kebebasan
pendapat telah di jalankan atau belum. Mengenai kebenaran bahwa tuduhan
merupakan pernyataan yang dapat mengangu ketertiban karna dapat memberikan
kesan lain yang tidak sebenarnya.
4. Faktor – faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak
seperti sekarang ini ?
Krisis
Politik
Sebenarnya,
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau
sistem politik yang dibangun oleh pemerin-tahan orde baru. Masyarakat tidak
peduli terhadap pemerintahan yang demokratis atau otoriter. Yang penting
masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan
pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar
masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Namun dalam kenyataannya,
dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang
dibangun pemerintahan Suharto. Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional
bersumber dari kebi-jakan politik pemerintah. Oleh karena itu, ketika harapan
masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah
lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil. Di sisi lain, kehidupan politik
yang represif telah melahirkan konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga
masyarakat merasa cemas dan khawatir karena ketenangan, ketenteraman, dan
keamanannya terancam. Bahkan, kerusuhan dan kekacauan itu dapat menghentikan
aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah
menyebabkan terjadinya krisis politik.Sementara, pemerintahan orde baru sendiri
tidak mampu meng-atasi krisis politik yang diciptakannya. Oleh karena itu,
satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden
Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan
orde baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi
kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti. Dengan demikian, pemerintahan
orde baru telah menggali kuburan untuk dirinya sendiri.
Krisis
Sosial
Krisis
moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara
Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan
kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai
kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat.Demonstrasi-demontrasi yang
dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan,
kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di
beberapa daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan
Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja
(PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti
ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat
kemudian menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi
kepresidenan. Dengan demikian, jatuhnya pemerintahan orde baru sebenarnya
karena kemau-an dari para penguasa yang bersangkutan.
Krisis
Hukum
Kekuasaan
kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan.
Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan keha-kiman harus menjadi pelayan kepentingan
para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, mengherankan apabila
seseorang yang diang-gap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang
dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke penjara. Tahukah kamu orang-orang
telah melakukan korupsi, tetapi tetap hidup merdeka dan dapat menik-mati hasil
korupsinya? Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa orde baru
tidak dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan
dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum
(peradilan). Keadaan itulah yang menam-bah ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan orde baru pimpinan Presiden Suharto. Untuk mengatasi krisis
multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi
total dalam berbagai bidang ke-hidupan. Oleh karena itu, diperlukan
langkah-langkah strategis agar cita-cita reformasi mampu mencapai tujuan dan
sasaran secara tepat.
5. Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir
–akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semestinya ?
Kebebasan
mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran
dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian
pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi,
pawai, rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga
negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat
perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada
dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan
secara bebas dan bertanggung jawab. Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak
atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan
dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi
unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan
sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan,
meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan
unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa
seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang
telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya
Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di
Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis
berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk
rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut
Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak
menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri
namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi
unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis. Kebebasan
berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah
cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara
kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering
terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan
dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang
dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak
manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas
tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain.
Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut
pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang
yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif
bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak
kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan
tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan
pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri. Semestinya, penyampaian
pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk
memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam
Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat
di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara
tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab
kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya
3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima
oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan
keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://karivqi.wordpress.com
http://juniarto21.blogspot.com
http://pendidikan-kewarganegaraan-kwn.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar