1.Apa yang
dimaksud dengan perilaku konsumen
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika
seseorang berhubungan
dengan pencarian, pemilihan, pembelian,penggunaan,serta
pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan
hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.Untuk barang
berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan
dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang
matang.
2. Segmentasi
pasar
Segmentasi
pasar adalah pengelompokkan pasar menjadi kelompok-kelompok konsumen yang homogen, dimana tiap kelompok (bagian) dapat dpilih sebagai pasar yang dituju
(ditargetkan) untuk pemasaran suatu produk. Agar segmentasi pasar atau
pengelompokkan pasar dapat berjalan dengan efektif maka harus memenuhi
syarat-syarat pengelompokkan pasar sebagai berikut :
1. Measurability, yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pembeli harus dapat
diukur atau dapat didekati.
2. Accessibility, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dapat secara efektif
memusatkan (mengarahkan) usaha pemasarannya pada segmen yang telah
dipilih.
3. Substantiability, yaitu segmen pasar harus cukup besar atau cukup
menguntungkan untuk dapat dipertimbangkan program-program pemasarannya.
3 3. Segmentasi
dan kepuasaan konsumen
Menurut Philip Kotler
dalam bukunya Principle of Marketing, kepuasan konsumen adalah hasil
yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang
sesuai dengan harapannya. Kepercayaan konsumen merupakan hal yang ingin di
dapat setiap perusahaan dari para konsumennya.
Macam-macam atau Jenis
kepuasan konsumen
Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2 :
a. Kepuasan
Fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu
produk. Misal : karena makan membuat perut kita menjadi kenyang.
b. Kepuasan Psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut
yang bersifat tidak berwujud. Misal : Perasaan bangga karena
mendapat pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah
Menurut Fandy Tjiptono
(1997:35), metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dapat dengan
cara :
a. Pengukuran
dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan
b. Responden
diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut
tertentu dan seberapa besar yang dirasakan.
c. Responden
diminta untuk menuliskan masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran
dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka
hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan
perbaikan yang mereka sarankan
d. Responden dapat
diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan
derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahan dalam masing-masing
elemen.
4 4. Penggunaan
segmentasi dalam strategi pemasaran
Agar segmen pasar dapat bermanfaat maka harus memenuhi beberapa
karakteristik, diantaranya:
A. Measurable, yaitu ukuran, daya beli, dan
profil segmen harus dapat diukur meskipun ada beberapa variabel yang sulit
diukur.
B. Accessible, yaitu segmen pasar harus dapat
dijangkau dan dilayani secara efektif.
C. Substantial, yaitu segmen pasar harus cukup
besar dan menguntungkan untuk dilayani
D. Differentiable, yaitu segmen‐segmen dapat dipisahkan secara konseptual dan
memberikan tanggapan yang berbeda terhadap elemen‐elemen dan bauran pemasaran yang berbeda.
E. Actionable, yaitu program yang
efektif dapat dibuat untuk menarik dan melayani segmen‐segmen yang bersangkutan.
5 5. Analisis
konsumen dan kebijakan sosial
Analisis konsumen berguna untuk melihat bagaimana konsumen mengambil
keputusan dan peran pemasaran di dalamnya. Proses pengambilan keputusan yang
dilakukan seseorang mengalami berbagai tahapan‐tahapan sebagai berikut:
· Analisis Kebutuhan.
Konsumen merasa bahwa dia membutuhkan sesuatu untuk memenuhi keinginannya.
Kebutuhan itu bisa dibangkitkan oleh dirinya sendiri ataupun stimulus
eksternal. Stimulus bisa melalui lingkungan bergaul, sesuatu yang dilihat,
ataupun dari komunikasi produk atau jasa perusahaan lewat media massa, brosur,
dan lain‐lain.
· Pencarian Informasi.
Setelah kebutuhan itu dirasakan, konsumen kemudian mencari produk ataupun jasa
yang bisa memenuhi kebutuhannya.
· Evaluasi Alternatif.
Konsumen kemudian mengadakan evaluasi terhadap berbagai alternatif yang
tersedia mulai dari keuntungan dan manfaat yang dia peroleh dibandingkan biaya
yang harus ia keluarkan.
· Keputusan Pembelian.
Konsumen memutuskan untuk membeli merek tertentu dengan harga tertentu, warna
tertentu.
· Sikap Paska
Pembelian. Sikap paska pembelian menyangkut sikap konsumen setelah membeli
produk ataupun mengkonsumsi suatu jasa. Apakah dia akan puas dan terpenuhi
kebutuhannya dengan produk atau jasa tersebut atau tidak.
6 6. Proses
kebutuhan membeli
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan
sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni :
·Pengenalan masalah (problem recognition). Konsumen akan membeli suatu produk
sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
·Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan
termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada melalui pencarian informasi
·Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam
informasi, , konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
·Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa
alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan
pembelian.
·Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation).merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen
tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.
Menurut Kotler dan Armstrong (1996) terdapat dua faktor
dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
· Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas
sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok
referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak
langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi
perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen
dalam bertingkah laku.
· Faktor internal
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi,
persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan
perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman.
Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.
Pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi
suatu barang
1. Pendekatan Kardinal ; Menurut
pendekatan kardinal kepuasan seorang konsumen diukur dengan satuan kepuasan
(misalnya:uang). Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambah
kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu. Semakin besar
jumlah barang yang dapat dikonsumsi maka semakin tinggi tingkat kepuasannya.
Konsumen yang rasional akan berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya pada
tingkat pendapatan yang dimilikinya. Besarnya nilai kepuasan akan sangat
bergantung pada individu (konsumen) yang bersangkutan.
2. Pendekatan
Ordinal ; Dalam Pendekatan Ordinal daya guna suatu barang
tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat
urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok
barang.
7 7. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemecahan masalah
1. Masalah Sederhana (Simple Problem) Corak / Jenis Masalah
- Ciri : Berskala besar , tidak berdiri sendiri (memiliki kaitan erat dengan
masalah lain ), mengandung
konsekuesi besar , pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis.
- Scope : Pemecahan masalah dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan
dan segenap staf pembantunya.
- Jenis : Masalah yang terstruktur (Structured problems) dan masalah yang tidak
terstruktur (Unstructured problems).
2. Masalah rumit (Complex Problems) Corak / Jenis Masalah
- Definisi : Masalah yang jelas faktor penyebabnya , bersifat rutin dan
biasanya timbul berulang kali sebagai pemecahannya dapat dilakukan dengan
teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif & dibakukan.
- Contoh : Penggajian, kepangkatan dan pembinaan pegawai , masalah perijinan ,
dsb
- Sifat pengambilan keputusan : Relatif lebih mudah atau cepat, salah satu
caranya dengan penyusunan metode / prosedur/ program tetap (SOP) .
3. Masalah yang tersrtuktur
- Definisi : Penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak
rutin, tidak jelas faktor penyebab dan konsekuensinya . serta tidak repetitif
kasusnya.
- Sifat pengambilan keputusan : Relatif lebih sulit dan lama, diperlukan teknik
PK yang bersifat non-programmed decision-making.
4. Masalah yang tidak Terstuktur
Pendefinisian Masalah yang baik
- Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi . Data objektif dipisahkan dari
persepsi .
- Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi.
- Masalah harus dinyatakan secara eksplisit / tegas , untuk menghindarkan dari
pembuatan definisi yang tidak jelas.
- Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak sesuaian
antara standar atau harapan yang telah di tetapkan sebelumnya dan kenyataan
yang terjadi.
- Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas , pihak pihak yang terkait
ataub berkepentingan dengan terjadinya masalah .
- Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh
masalah yang kita hadapi adalah melatif staf yang bekerja lamban.
8. Membedakan antara
keputusan membeli yang direncanakan sepenuhnya, tidak direncanakan dan pembelian yang direncanakan
sebagian
· Pembelian
yang direncanakan: biasanya terjadi berdasarkan kebutuhan,
artinya si konsumen memang membutuhkan
barang-barang tertentu.
· Pembelian
yang tidak direncanakan : terjadi karena konsumen melihat
atau merasakan manfaat lain dari
manfaat utama produk yang mereka beli.
MEMBUAT TULISAN BEBAS
KABAKARAN HUTAN
Helda Ernawati
3EA14
13213995
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu Shalawat
serta semoga tercurah kepada Rasul beserta keluarganya.
Saya mencoba
membuat tulisan yang berjudul “ Akibat Kabut Asap, Penderita ISPA di Riau Meningkat “.
Dalam
menyusun tulisan ini saya menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang di miliki terbatas ,cukup
banyak tantangan dan hambatan yang saya temukan
dalam menyusun tulisan ini.
Akhir
kata ,semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 07 Oktober 2015
Penulis
Helda Ernawati
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara
tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire.
Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari
manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan
banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat
memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan
pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya
telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41
tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta
beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Hutan yang seharusnya dijaga dan
dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah
mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia
Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis
oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan
tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah
dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005,
sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya.
Hal ini dikarenakan pengelolaan dan
pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh
dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi
terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran
hutan terjadi karena manusia yang menggunakan api dalam upaya
pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian.
selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang
seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk
terjadinya kebakaran hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hutan
Hutan adalah kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal
yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi
keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang
tumbuh bersama.
Pemanfaatan sekaligus
perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No
23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan
Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan
Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan sumberdaya alam yang
tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
2.2 Hutan di Indonesia
Luas hutan di
Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau Jawa hanya
sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung.
Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang
luasnnya mencapai 89 juta hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain
terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian.
Hutan hujan tropis anggotanya tidak pernah menggugurkan daun, liananya berkayu,
pohon-pohonnya lurus dapat mencapai rata-rata 30 meter.
2.3 Manfaat Hutan di Indonesia
2.3.1 Kekayaan Keanekaragaman Hayati yang Tinggi sebagai
Paru-paru Dunia Jamur dan bakteri tersebut dapat membantu proses pembusukan
pada hewan dan tumbuhan secara cepat. Dengan demikian hutan hujan tropika tidak
saja ditandai dengan pertumbuhan yang baik tetapi juga tempat pembusukan yang
baik. Keanekaragaman hayati ditandai dengan kekayaan spesies yang dapat
mencapai sampai hampir 1.400 spesies, Brasil tercatat mempunyai 1.383 spesies.
Di daerah tropika tumbuhan berkayu mempunyai dominasi yang lebih besar daripada
daerah lainnya.
2.3.2 Hutan Sebagai
Pengatur Aliran Air
Penguapan air ke
udara hingga terjadi kondensasi di atas tanah yang berhutan antara lain
disebabkan oleh adanya air hujan, dengan ditahannya (intersepsi) air hujan
tersbut oleh tajuk pohon yang terdiri dari lapisan daun, dan diuapkan kembali
ke udara. Sebagian lagi menembus lapisan tajuk dan menetes serta mengalir
melalui batang ke atas permukaan serasah di hutan.
2.3.3 Pencegah Erosi dan
Banjir
Erosi dan banjir
adalah akibat langsung dari pembukaan dan pengolahan tanah terutama di daerah
yang mempunyai kemiringan permukaan bumi atau disebut juga kontur yang curam.
Keduanya dapat bersumber dari kawasan hutan maupun dari luar kawasan hutan,
misalnya perkebunan, tegalan, dan kebun milik rakyat.
2.3.4 Menjaga Kesuburan
Tanah
Kesuburan tanah
sebagian besar dalam bentuk mineral, seperti unsur-unsur Ca, K, N, P, dan
lainnya, disimpan pada bagian dari vegetasi yang ada di atas tanah, misalnya
pada batang, dahan, ranting, daun, bunga, buah, dan lain-lain. Dengan demikian
dengan adanya kerapatan hutan pada hutan tropika dapat menjaga kesuburan tanah.
2.4 Kerusakan Hutan di Indonesia
Kerusakan hutan
(deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju
deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh
Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar
pertahun.Bahkan jika melihat data yang dikeluarkan oleh State of the World’s
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO),
angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record
memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak
hutan tercepat di dunia.
Dari total luas hutan
di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli
Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak
21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak
memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah
musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga
mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (Hak
Penguasaan Hutan). Dari total luas hutan di Indonesia hanya sekitar 23 persen
atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi
(kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Laju deforestasi
hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama
industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah
pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter
kubik per tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta meter kubik meter per tahun. Penyebab deforestasi
terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi
hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti
kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.
Deforestasi
(kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan
lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi
hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya
meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir.
Dampak buruk lain
akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di
Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin
terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa
(Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates
moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi),
merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus
sumatranus).
2.5 Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan
yang memiliki dampak negatif. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau
kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga
dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Selain itu,
kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan
menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara
lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain.
Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga
Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah
Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh
komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran
hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu
kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering
dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan
panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari
api permukaan.
2.
Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu
kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis
hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api
yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak
terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.
3.
Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang
dibawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini,
kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api
juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat
2.6 Kebakaran dan Pembakaran
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan
kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik
dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan
kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga
menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan
dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan
istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap
dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi
sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut
adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh
peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis kehutanan atau perkebunan,
sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi).
Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan
berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia
adalah berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api
lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan
api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan pertanian dan perkebunan
(Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan
bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar
yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan
lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya
kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur
secara cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen
penanggulangan bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak
lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau
pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di
Indonesia (Saharjo, 2000).
BAB III
Beberapa Kasus Kebakaran Hutan
yang Terjadi Didunia
Kebakaran
Hutan di Riau
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) kembali menangkap seorang petani saat membersihkan lahan dengan cara
membakar di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Penangkapan dilakukan saat BNPB
melakukan patroli.
“Kejadiannya beberapa hari lalu saat tim
melakukan patroli udara dan darat,” kata Humas BNPB Agus Wibowo di Pekanbaru,
Minggu (21/7) seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan, pelaku yang
teriindikasi sebagai petani pemilik lahan di Kabupaten Siak ini diamankan oleh
tim pemantau yang terdiri atas pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI),
masyarakat dan Polri.
“Sampai saat ini patroli masih terus
berjalan dengan dikoordinir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau,”
katanya
Dengan tertangkapnya seorang pelaku
pembakar hutan ini, maka total jumlah pembakar lahan perorangan ada sebanyak 25
orang. Saat ini Polda Riau juga tengah melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus
dan 5 kasus penyidikan dengan tersangka 24 orang dan satu korporasi.
Sebanyak 24 tersangka tersebut
merupakan pelaku pembakar hutan maupun individu yang memang ingin memperluas
lahan dengan menyuruh membakar hutan.
Hingga saat ini dilaporkan situasi di
Riau semakin kondusif meskipun pada peristiwa pembakaran hutan tersebut dua
orang dicatat meninggal yang mana satu orang bahkan turut terbakar.
Sementara untuk kasus pembakaran hutan
yang melibatkan perusahaan perkebunan di Provinsi Riau masih ‘menggantung’.
Sejauh ini Polda Riau belum juga menetapkan tersangka pada kasus yang
terindikasi melibatkan sebuah perusahaan perkebunan, PT Adei Plantation (AP).
Untuk memperkuat dugaan itu, Polda Riau berencana mengambil keterangan saksi
ahli.
Saksi ahli yang rencana didatangkan
ada beberapa, di mana menurut informasi kepolisian saksi tersebut dari pihak
Kementerian Lingkungan Hidup dan akademisi.
Polda Riau sebelumnya juga telah
memeriksa sebanyak 16 saksi dari kalangan karyawan dan pejabat perusahaan
diduga pembakar lahan.
BAB IV
Akibat Kabut Asap, Penderita
ISPA di Riau Meningkat
Kabut asap yang mendera Riau dalam sebulan
terakhir mulai menunjukkan dampak pada kesehatan manusia. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Riau dari 1 sampai 9 Juli 2015, sebanyak 757 warga Riau
terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut dan 26 orang mengalami
pnemonia atau infeksi/peradangan paru-paru.
KOMPAS/IRMA TAMBUNANKebakaran meluas
hingga lebih dari 50 hektar di lahan gambut masyarakat yang berbatasan dengan
kebun sawit PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi di Desa Koto Kandis, Kecamatan
Dendang, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Senin (2/6). Diperlukan penanganan cepat
dan terpadu agar kebakaran yang telah berlangsung sebulan itu tidak semakin
parah.
"Semakin tebal kabut asap di Riau, semakin
meningkat pula penderita penyakit, seperti ISPA (infeksi saluran pernapasan
akut). Tanggal 8 Juli, penderita ISPA masih berjumlah 560 orang, tetapi sehari
kemudian sudah mencapai 757 orang. Ada peningkatan jumlah penderita ISPA
mencapai 200 orang dalam sehari," ujar Andra Sjafril, Kepala Dinas
Kesehatan Riau, di Pekanbaru, Sabtu (11/7).
Terkait data itu, Dinas Kesehatan Riau terus
mengimbau semua warga Riau, terutama di daerah yang terpapar asap, untuk
mengurangi aktivitas di luar ruangan. Apabila terpaksa di luar ruang, warga
diminta menggunakan masker.
Sabtu pagi, udara Kota Pekanbaru sedikit lebih
baik dibandingkan dengan kemarin. Sinar matahari sangat cerah dan langit masih
terlihat biru. Meski demikian, asap tipis masih menggelayut di angkasa. Sekitar
pukul 06.00, wilayah Panam, Kota Pekanbaru, diselimuti asap cukup tebal. Jarak
pandang turun sampai 1.000 meter.
Angka pencatat indeks standar pencemaran udara
(ISPU) pun belum berubah, masih dalam kategori tidak sehat. Daerah Panam adalah
wilayah yang memiliki ISPU tertinggi 153 (tidak sehat). Adapun pantauan alat
ISPU di sebagian wilayah Duri, Dumai, dan Bangko Rokan Hilir menunjukkan kisaran
angka sedang.
Pantauan satelit, menurut Kepala Stasiun
Meteorologi Pekanbaru Sugarin, menunjukkan penurunan titik panas sangat
signifikan. Jika pada Jumat pagi terdapat 192 titik panas, Sabtu pagi hanya ada
enam titik yang seluruhnya terpantau di Rokan Hilir.
Meski demikian, pantauan satelit itu tidak dapat
dijadikan patokan. Dari Pelalawan dilaporkan, kebakaran di area Taman Nasional
Tesso Nilo (TNTN) dan Kecamatan Kerumutan masih belum dapat dikendalikan. Hal
itu karena medan sulit dan tidak terdapat sumber air di lokasi kebakaran.
Dari pantauan satelit, Jumat, yang dipadukan
dengan koordinat pada peta, pola kebakaran di TNTN tersebar dari utara ke
selatan di lima lokasi, terutama di Kecamatan Pangkalan Kuras dan Ukui. Ada 38
titik api dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen sampai 100 persen.
Kondisi kebakaran di TNTN dibenarkan oleh Almei
Hendra dari tim pemadam kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) seusai
melakukan patroli udara di sekitar TNTN. Menurut Almei, kebakaran yang terjadi
di koordinat S 00 12 55.9 dan E 101 54 28.4 diperkirakan sudah mencapai 200
hektar.
"Wilayah yang terbakar itu merupakan
perbatasan antara TNTN dan konsesi PT RAPP. Kami sudah melaporkan perihal
kebakaran itu kepada petugas TNTN. Untuk mencegah kerusakan lebih besar, kami
sudah menurunkan satu helikopter jenis Eurocopter untuk water bombing di
lokasi. Dari jalur darat, kami juga sudah menerjunkan 20 petugas pemadam
kebakaran untuk membantu," kata Almei.
Titik panas berkurang
Di Kalimantan Tengah, jumlah titik panas
berdasarkan pantauan citra satelit NOAA 18 berkurang dalam dua hari terakhir.
Pada Kamis dan Jumat hanya terpantau dua titik panas. Padahal pada Selasa dan
Rabu ada 53 titik panas. Meski demikian, warga masyarakat diimbau untuk tetap
tidak membakar lahan karena berpotensi mengakibatkan kabut asap.
"Kemarin terjadi hujan ringan di beberapa
tempat. Ini sedikit berpangaruh pada jumlah hotspot yang muncul," kata
Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya Chandra Mukti Wijaya, Sabtu (11/7)
di Palangkaraya.
Hujan turun di wilayah Pangkoh, Kabupaten Pulang
Pisau dan Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas. Hari ini dan besok hujan ringan
diperkirakan masih turun di wilayah Nangabulik (Lamandau), Sukamara, Buntok
(Barito Selatan), dan Muara Teweh (Barito Utara).
Meski hujan ringan masih turun, fenomena asap
sudah mulai tampak di wilayah Palangkaraya. "Asap tampak dan terasa pada
pagi hari. Biasanya visibiliti di pagi hari bisa mencapai di atas 7 km, tapi
hari ini pada pukul 06.00-07.00 hanya 4-5 km," kata Chandra.
KOMPAS/MEGANDIKAWICAKSONO
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Palangkaraya
BKSDA Kalimantan Tengah Yusuf Trismanto mengimbau warga agar tidak membakar
lahan karena sudah memasuki musim kemarau. "Saat ini memang di sungai dan
kanal masih berair dan membasahi lahan, tetapi warga diimbau jangan membakar
lahan karena sudah mulai kemarau," kata Yusuf.
Pembalakan dalam
hutan
Saat memantau kebakaran lahan di Jambi melalui
udara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kaget mendapati
pencurian kayu marak di salah satu kawasan hutan negara. Siti langsung
menginstruksikan aparat daerah segera menggelar operasi di lokasi pembalakan
tersebut.
Temuan itu dikemukakan Siti usai memantau kebakaran
lahan di Jambi. "Pembalakan itu kami temukan dalam hutan negara. Kayu-kayu
hasil curian dibawa keluar lewat jalur sungai," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga mendapati kebakaran
lahan masih tersebar di sejumlah lokasi, antara lain ekosistem konservasi
anggrek alam Hutan Pematang Damar, area kebun masyarakat di sekitar ekosistem
Taman Nasional Berbak, serta perkebunan sawit Desa Gambut Jaya, Kecamatan
Sungai Gelam.
Terkait temuan tersebut, Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi Irmansyah mengatakan akan segera menggelar operasi
penanggulangan pembalakan liar. Lokasi hutan negara yang dimaksud diindikasikan
dalam area konsesi PT Pesona Belantara di Kabupaten Muaro Jambi.
Menurut dia, modus pencurian kayu lewat jalur
air di wilayah itu sudah lama berlangsung. Pihaknya juga pernah menggelar
operasi di sana, namun operasi keral terbongkar lebih dulu. "Sehingga
hasil temuannya nihil," ujarnya.
(MEGANDIKA WICAKSONO/IRMA TAMBUNAN)
DAFTAR PUSTAKA
http://print.kompas.com/baca/2015/07/11/Akibat-Kabut-Asap%2c-Penderita-ISPA-di-Riau-Meningka